WASPADA CUACA EXTREM SEBELUM PERAYAAN NATAL DAN TAHUN BARU
Mendekati akhir tahun, Kota Pontianak mulai sering turun hujan. Namun melihat perkembangan beberapa hari terakhir suhu Kota Pontianak pada awal Bulan Desember hingga hari ini masih menyentuh angka 33 derajat celcius meskipun terpantau masih diikuti hujan ringan maupun lebat di beberapa wilayah.
Mengutip dari Analisis & Prospek Cuaca yang dirilis oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kalimantan Barat tanggal 9 Desember 2024. Masih terdapat potensi munculnya 4 titik panas di wilayah Kalimantan Barat dan potensi kemudahan kebakaran hutan dan lahan terutama di tanggal 9 Desember 2024. Selain itu masyarakat juga diminta untuk mewaspadai potensi hujan dengan intensitas ringan hingga lebat di sebagian wilayah Kalimantan Barat selama periode 1 minggu kedepan.
Melihat perubahan cuaca yang cukup signifikan meski hanya dalam hitungan hari, BMKG menghimbau agar masyarakat selalu memantau informasi prakiraan cuaca sebelum berpergian mengingat tingginya mobilitas masyarakat Indonesia selama periode natal 2024 dan tahun baru 2025 (Nataru). Hal ini penting dilakukkan sebagai langkah antisipatif
terhadap potensi cuaca ekstrem yang melanda di sejumlah wilayah Indonesia. Karena cuaca ekstrem ini berpotensi dapat menganggu kelancaran arus transportasi.
Dwikorita (Kepala BMKG) berpesan pada siaran pers BMKG di Jakarta, Kamis 4 Desember 2024 "Seperti kata pepatah, sedia payung sebelum hujan, maka dari itu kami meminta masyarakat untuk terus memantau prakiraan cuaca melalui aplikasi Info BMKG yang selalu diperbarui secara berkala. Peringatan dini cuaca akan disampaikan, sepekan dan diulang tiga hari sebelum kejadian, bahkan hingga tiga jam sebelum kejadian cuaca ekstrem," ungkapnya.
Berdasarkan survey yang dilakukan Kementerian Perhubungan, diprediksi akan ada 110,67 juta orang yang akan melakukan perjalanan musim libur Nataru 2024/2025. Dan mayoritas pelaku perjalanan tersebut menggunakan kendaraan pribadi berupa mobil dan motor sehingga sangat rentan menghadapi cuaca ekstrem dalam perjalanannya.
Selanjutnya Dwikorita juga menjelaskan bahwa cuaca ekstrem diperkirakan berpotensi terjadi hingga Maret-April 2025, hal tersebut dipengaruhi oleh fenomena La Nina Lemah yang dapat meningkatkan curah hujan sebesar 20 persen. Selain itu, dinamika atmosfer seperti Madden-Julian Oscillation (MJO) dan potensi Cold Surge (seruakan udara dingin) yang bergerak dari daratan Asia (Siberia) menuju wilayah barat Indonesia, juga diproyeksikan aktif selama periode Natal dan Tahun Baru (Nataru). Kedua fenomena ini memiliki potensi untuk meningkatkan intensitas dan volume curah hujan di berbagai wilayah Indonesia, meskipun skala dan dampaknya masih memerlukan pemantauan lebih lanjut.
"Update informasi cuaca berkala diperlukan sebagai bentuk preventif guna mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan selama perjalanan keluar kota maupun saat mengunjungi berbagai destinasi wisata. Di musim penghujan seperti sekarang ini sangat rawan terjadi bencana hidrometeorologi," tutur Dwikorita.
Bencana hidrometeorologi sendiri adalah bencana alam yang disebabkan oleh fenomena alam yang berkaitan dengan iklim, seperti cuaca ekstrem, perubahan iklim, dan siklus hidrologi. Bencana ini dapat terjadi di atmosfer, air, atau lautan. Contoh Bencana hidrometeorologi adalah banjir, tanah longsor, angin kencang, puting beliung, curah hujan extrem, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan. Bencana hidrometeorologi dapat disebabkan oleh berbagai parameter meteorologi, seperti curah hujan, kelembapan, temperatur, dan angin. Di Indonesia, bencana hidrometeorologi juga dipengaruhi oleh fenomena La Nina dan El Nino. Bencana hidrometeorologi merupakan dampak dari fenomena alam, sehingga kondisi ini tidak dapat dicegah namun tetap dapat diminimalisir dampak keruksakannya dengan melakukan langkah-langkah mitigasi. Kota Pontianak sendiri sudah melakukan kesiapsiagaan, termasuk dengan menormalisasikan saluran untuk upaya menangani banjir
Sebagai salah satu upaya untuk mengurangi dampak bencana hidrometeorologi, BMKG menghimbau terutama bagi masyarakat yang akan melakukan perjalanan untuk memantau 'Digital Weather for Traffic (DWT)'. Aplikasi besutan BMKG ini merupakan aplikasi yang dapat digunakan oleh pelaku perjalanan untuk mengecek informasi cuaca di jalur mudik. Pengguna dapat mengakses informasi peringatan dini, cuaca jalur darat, cuaca rute perjalanan, cuaca bandar udara, cuaca pelabuhan, cuaca penyeberangan, hingga informasi penerbangan dan gelombang. Dengan adanya aplikasi ini diharapkan dapat dimanfaatkan terutama untuk menjaga keselamatan dan kenyamanan masyarakat Indonesia yang melakukan perjalanan dalam rangka merayakan Nataru.
Deputi Klimatologi BMKG, Ardhasena menerangkan bahwa hingga pertengahan November 2024 (Dasarian I-II), indeks ENSO (gangguan iklim dari Samudra Pasifik) menunjukkan kecenderungan La Nina lemah, sementara indeks Indian Ocean Dipole (IOD) (gangguan iklim dari Samudra Hindia) menunjukkan nilai IOD negatif menuju netral.
Adapun untuk dinamika perairan Indonesia secara umum, lanjut dia, menunjukkan kondisi suhu muka laut yang lebih hangat daripada normalnya. Berdasar pada keseluruhan hasil monitoring tersebut, dapat disimpulkan terdapat potensi gangguan iklim basah untuk wilayah Indonesia secara umum hingga awal 2025.
"Secara umum Puncak Musim Hujan 2024/2025 diprediksi terjadi pada Bulan November 2024 hingga Februari 2025. Wilayah yang diprakirakan mengalami puncak musim hujan pada November - Desember 2024 antara lain sebagian Sumatera, pesisir selatan Pulau Jawa, dan Kalimantan, sedangkan wilayah yang diprakirakan mengalami puncak musim hujan pada periode Bulan Januari - Februari 2025 yaitu wilayah Lampung, Jawa bagian utara, sebagian kecil dari Sulawesi, Bali, NTB, NTT, dan sebagian besar Papua," papar Ardhasena.
Sementara itu, Deputi Meteorologi BMKG, Guswanto menerangkan, dalam sepekan ke depan, sejumlah fenomena atmosfer diprediksi akan memengaruhi pola cuaca di Indonesia, meningkatkan potensi hujan lebat, terutama karena beberapa wilayah tengah memasuki masa puncak musim hujan.
Sirkulasi siklonik yang terdeteksi di Laut Natuna, di Samudra Hindia barat daya Banten, di Perairan Barat Aceh dan di Laut Arafuru turut memperkuat kondisi ini, dengan memicu peningkatan pengangkatan massa udara yang mempermudah terbentuknya awan hujan dengan intensitas tinggi di wilayah sekitarnya. Selain itu, kombinasi aktif Madden-Julian Oscillation (MJO), gelombang Rossby, gelombang Kelvin, serta konvektif lokal di wilayah barat, selatan dan tengah Indonesia memperkuat dinamika atmosfer yang mendukung terjadinya hujan lebat di berbagai daerah.
Seiring dengan periode puncak musim hujan, lanjut Guswanto, beberapa wilayah Indonesia seperti Sumatra, Jawa, Kalimantan, hingga Sulawesi memiliki risiko lebih besar terhadap curah hujan yang tinggi, yang dapat menyebabkan banjir, genangan air, atau tanah longsor di daerah rawan. Hal lain yang perlu juga diperhatikan adalah, potensi hujan lebat yang terjadi pada daerah-daerah aliran sungai di sekitar gunung berapi yang saat ini sedang aktif, karena potensi banjir lahar hujan yang dapat ditimbulkan.
"Waspada terhadap potensi risiko bencana hidrometeorologi, pantau terus informasi cuaca dan sebisa mungkin menghindari aktivitas di wilayah rawan bencana," pungkasnya. (VA)