BMKG PREDIKSI MUSIM KEMARAU TAHUN 2025 BERDURASI LEBIH PENDEK DARI BIASANYA
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi bahwa musim kemarau 2025 akan lebih pendek dari biasanya di sebagian besar wilayah Indonesia. Prediksi ini berdasarkan analisis dinamika iklim global dan regional yang dilakukan BMKG. Hal ini sudah disampaikan sebelumnya oleh Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, pada siaran pers BMKG pada 12 April 2025 lalu. Beliau menyampaikan bahwa awal musim kemarau tahun 2025 telah mulai terjadi sejak April dan akan berlangsung secara bertahap di berbagai wilayah Indonesia.
Dwikorita juga mengungkapkan bahwa puncak musim kemarau akan terjadi pada bulan Juni hingga Agustus 2025, di wilayah-wilayah seperti Jawa bagian tengah hingga timur, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, dan Maluku diperkirakan mengalami puncak kekeringan pada Agustus. “Awal musim kemarau di Indonesia diprediksi tidak terjadi secara serempak” ujarnya. Dikutip dari situs BMKG tentang prediksi musim kemarau tahun 2025 pemutakhiran pertanggal 5 Mei 2025, sebanyak 403 ZOM (57,7%) di Indonesia diprediksi masuk musim kemarau pada periode April hingga Juni 2025 dengan Wilayah Nusa Tenggara merupakan wilayah yang diprediksikan mengalami kemarau lebih awal dibanding wilayah lainnya. Musim Kemarau 2025 di Indonesia diprediksikan mulai sama hingga lebih lambat dari normalnya, mencakup 409 ZOM (59%) yang tersebar di Indonesia. Akumulasi curah hujan musim kemarau di sebagian besar ZOM diprediksikan pada kategori Normal atau sama dengan biasanya (tidak lebih basah atau tidak lebih kering).
Puncak musim kemarau 2025 diprediksi terjadi pada Agustus di sebagian besar ZOM di Indonesia. Puncak Musim Kemarau 2025 diprediksi akan sama hingga maju atau datang lebih awal dari biasanya yang mendominasi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Dibandingkan dengan normalnya, durasi musim kemarau 2025 diprediksi akan lebih pendek dari biasanya pada 298 ZOM (43%).
Adapun hal yang menyebabkan musim kemarau menjadi lebih pendek adalah kondisi La Nina yang lemah. La Nina adalah anomali iklim global yang ditandai dengan keadaan suhu permukaan laut di Samudera Pasifik tropis bagian tengah dan timur yang lebih dingin dibandingkan suhu normalnya sehingga hal ini dapat meningkatkan curah hujan di beberapa wilayah Indonesia. Selain itu, peningkatan suhu laut yang mengalami peningkatan dan
memengaruhi pola cuaca di Indonesia, termasuk curah hujan.
Lalu bagaimana dengan Kalimantan Barat ?
Menurut pernyataan Dwikorita, Kalimatan menjadi salah satu wilayah yang memiliki musim kemarau lebih panjang dari yang lainnya. “Durasi kemarau diprediksi lebih pendek dari biasanya di sebagian besar wilayah, meskipun terdapat beberapa wilayah yang akan mengalami musim kemarau lebih panjang, terutama di sebagian Sumatera dan Kalimantan,” ungkapnya.
Sejalan dengan pernyataan tersebut Plt. Kepala Stasiun Klimatologi Kalimantan Barat, Idrus dalam konferensi pers Selasa, 29 April 2025 juga mengatakan bahwa awal musim kemarau di Kalimantan Barat diprediksi mulai terjadi pada pertengahan Juni dasarian II hingga Agustus dasarian II 2025. "Untuk Kalimantan Barat, ada dua Zona Musim (Zom) yang maju tiga dasarian dari normalnya, satu Zom maju satu dasarian, dan satu Zom mundur dua dasarian," kata Idrus.

Berdasarkan laporan Prediksi Musim Kemarau 2025 di Indonesia yang dirilis oleh BMKG, musim kemarau tahun 2025 di Indonesia diprediksi bervariasi di setiap wilayah. Di sebagian besar wilayah Sumatera diprediksi berdurasi antara 3 hingga 12 dasarian (1 dasarian sama dengan 10 hari) atau sekitar 1 hingga 4 bulan. Di Pulau Jawa, umumnya diprediksi berlangsung antara 10 hingga 21 dasarian atau sekitar 3 hingga 7 bulan. Sementara itu di Kalimantan musim kemarau diprediksi sekitar 3 hingga 15 dasarian atau 1 hingga 5 bulan. Untuk Wilayah Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara timur diperkirakan memiliki durasi lebih panjang yaitu 13 sampai 24 dasarian atau 4 hingga 8 bulan.
Ia menambahkan, sifat musim kemarau di Kalimantan Barat diperkirakan berada pada kategori Bawah Normal hingga Normal. Walaupun sebagian besar wilayah Kalimantan Barat akan mengalami musim kemarau yang bersifat normal, beberapa daerah mungkin akan mengalami musim kemarau yang lebih kering dari biasanya. Wilayah dengan sifat musim kemarau di bawah normal perlu diwaspadai karena berpotensi meningkatkan risiko kekeringan dan kebakaran hutan.
Idrus pun mengingatkan sejumlah dampak yang perlu diantisipasi, seperti peningkatan suhu udara, berkurangnya ketersediaan air akibat penurunan curah hujan, serta meningkatnya jumlah hotspot yang berpotensi menyebabkan kebakaran hutan. "Oleh karena itu, diperlukan upaya mitigasi dengan meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dan
Untuk sektor kebencanaan, peningkatan kesiapsiagaan terhadap potensi KARHUTLA menjadi hal yang sangat krusial, terutama di wilayah yang diprediksi mengalami musim kemarau dengan sifat normal hingga lebih kering dari biasanya. Pada periode saat ini dimana masih ada hujan, perlu ditingkatkan upaya pembasahan lahan-lahan gambut untuk menaikkan tinggi muka air dan pengisian embung-embung penampungan air di area yang rentan terbakar. Sementara itu, di sektor lingkungan dan kesehatan, BMKG mengingatkan pentingnya kewaspadaan terhadap potensi penurunan kualitas udara di wilayah perkotaan dan daerah rawan KARHUTLA, serta dampak suhu panas dan kelembapan tinggi yang dapat mengganggu kenyamanan dan kesehatan masyarakat.
Dilansir dari situs Sipongi milik Kementrian Lingkunagn Hidup dan Kehutanan (KLHK), Hingga 16 Mei lalu, sebanyak 57 titik panas (hospot) terdeteksi di Kalimantan Barat. Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat memang sudah menetapkan status siaga darurat penanganan bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan terhitung sejak 17 April hingga 31 Oktober 2025. Ketua Satgas Informasi Bencana, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kalbar, Daniel menyampaikan keputusan tersebut merupakan tindak lanjut dari koordinasi dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Dari hasil pertemuan bersama BMKG, disebutkan bahwa Kalimantan Barat memang tengah memasuki musim kemarau basah. Kemarau basah adalah kondisi ketika seharusnya sudah memasuki musim kemarau, tetapi curah hujan masih cukup tinggi meskipun wilayah tersebut memasuki musim kemarau. Biasanya, musim kemarau identik dengan cuaca panas, minim awan, dan langit cerah.Daniel menambahkan, saat ini sudah ada dua kabupaten yang menetapkan status siaga bencana asap akibat karhutla, yakni Sambas dan Kubu Raya. Namun sejauh ini, Kota Pontianak masih tergolong kategori aman karena belum terdeteksi hotspot di wilayah Kota Pontianak, sehingga masih belum perlu untuk menetapkan status siaga. Namun BPBD Kota Pontianak tetap siap siaga apabila sewaktu-waktu terjadi KARHUTLA di Wilayah Kota Pontianak. (VA)