thumb

Perubahan Iklim Picu Bencana Secara Global

Beberapa kali terakhir kerap terdengar adanya bencana dari skala kecil hingga besar melanda dunia. Hal ini diyakini merupakan dampak dari adanya perubahan iklim yang cenderung meningkat pada skala global.

Menurut laporan Bank Dunia yang bertajuk The Atlas of Sustainable Development Goals 2023, Dalam 8 (delapan) tahun terakhir ini (2015 – 2022) merupakan periode terpanas yang pernah tercatat. Laporan penelitian iklim terbaru yang diterbitkan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)menegaskan bahwa atmosfer bumi, lautan, dan ekosistem sedang mengalami perubahan luas yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Berdasarkan klasifikasi The International Disasters Database yang dikutip Bank Dunia, ada lima jenis bencana terkait iklim, yaitu kekeringan, suhu ekstrem, badai, kebakaran hutan dan lahan, dan banjir besar.

Salah satu contohnya adalah banjir besar yang terjadi di Pakistan pada Agustus 2022. Banjir yang terjadi akibat hujan monsun dan gletser yang mencair ini menewaskan 1.717 orang, termasuk 639 anak-anak dan melukai lebih dari 12.867 orang, memaksa 8 juta penduduk pakistaan mengungsi danmerusak infrastruktur dengan nilai kerugian yang ditaksir mencapai 149 triliun. Banjir tersebut terjadi selama beberapa minggu dan merendam sepertiga wilayah Pakistan dan berdampak pada 33 juta penduduknya.

Contoh lain yang paling baru adalah kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Hawaii pada Agustus lalu. Kebakaran ini mengakibatkan sekitar 2.700 bangunan hancur dan sebanyak 111 warga dilaporkan tewas. Kerugian diprediksi sebesar US $ 5,5 miliar atau setara Rp. 84 triliun. Kebakaran diduga pertama kali berasal dari semak yang terbakar di distrik Kula, Kota Maui pada 8 Agustus malam. Kebakaran ini dengan cepat meluas karena diperparah dengan kemunculan Topan Dora. Selain itu dikabarkan bahwa pada saat kebakaran terjadi, sirine kebakaran tidak berbunyi padahal terdata setidaknya terdapat sekitar 400 sirine yang ditempatkan di seluruh pulau untuk sistem peringatan dini bencana. Armada pemadam kebakaran setempat yang kurang memadai dan minimnya transportasi pribadi di wilayah Maui Barat diduga sebagai akibat dari timbulnya korban jiwa dalam kebakaran hutan ini. Kebakaran ini dikatakan sebagai kebakaran hutan terburuk dalam 1 abad di Amerika Serikat karna banyaknya korban yang tewas dan setidaknya setengah dari Pulai Maui habis dilahap api.

Sumber : Databooks 2023

 

Menurut data The International Disasters Database yang dikutip Bank Dunia, selama periode 1970-1979 bencana iklim semacam itu terjadi kurang dari 100 kali per tahun secara global. Kemudian mulai 1980 kejadian bencana iklim naik menjadi lebih dari 100 kali per tahun, dan sejak tahun 2000 frekuensinya semakin sering hingga kerap melampaui 300 kejadian per tahun, seperti yang terlihat pada grafik di atas.

Dalam laporannya Bank Dunia mengatakan bahwa "Frekuensi dan skala kejadian cuaca ekstrem, seperti gelombang panas, angin topan, kekeringan, banjir, kebakaran hutan, pergeseran suhu rata-rata, dan pergeseran pola curah hujan di seluruh dunia semakin meningkat. Sebagian besar peningkatan ini disebabkan oleh perubahan iklim,"

Sejalan dengan hal tersebut, Kepala BNPB, Suharyanto pada Rapat Koordinasi Nasional Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI NU) yang dihelat di Pondok Pesantren Alhamidiah, Depok, Jawa Barat pada Sabtu (3/6) juga menuturkan bahwa perubahan iklim merupakan hal yang ditakuti semua negara. Bencana alam terus meningkat setiap tahun. Pada tahun 2022 ada sekitar 3000 bencana. "Sehari bisa terjadi 10 bencana, kita memasuki musim panas yang cukup panjang, frekuensi hidrometeorologi kering lebih panjang. Pemerintah tidak bisa bekerja tanpa ada dukungan semua elemen termasuk LPBI,” katanya.

“Jika kita melihat data bencana terkait iklim dengan dampak signifikan, di tingkat global khususnya sejak tahun 1961, tren kenaikan anomali suhu rata-rata global berbanding lurus dengan peningkatan frekuensi kejadian bencana.  Hal yang sama dengan data bencana di Indonesia, tren kenaikan jumlah kejadian bencana alam dalam mengalami kenaikan hingga 82% jika dilihat dari tahun 2010 hingga 2022. Sehingga, benar adanya bahwa peningkatan anomali suhu rata-rata baik di tingkat global maupun nasional menyebabkan meningkatnya frekuensi kejadian bencana, terutama bencana hidrometeorologi,” tambahnya.

Suharyanto mengungkapkan, dari data yang dihimpun BNPB pada lima bulan di awal tahun 2023 ini, sudah terjadi 1.675 kejadian bencana. “Berdasarkan data yang kami himpun dari 1 Januari hingga 31 Mei 2023 terdapat setidaknya 1.675 kejadian yang didominasi oleh bencana hidrometeorologi sebesar 99,1%, dengan rincian 92,5% adalah bencana hidrometeorologi basah dan 6,6% merupakan bencana hidrometeorologi kering, sisanya merupakan bencana geologi dan vulkanologi,” kata Suharyanto.

Bencana merupakan urusan bersama sebagaimana yang selama ini terus digalakkan oleh BPBD Kota Pontianak bahwa setiap masyarakat memiliki perannya untuk dapat mengurangi dampak bencana. Melalui konsep pentahelix kita dapat saling bahu membahu untuk mengurangi dampak perubahan iklim. BPBD melalui kegiatan-kegiatannya mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk dapat mengambil peran bersama dalam rangka mengurangi dampak bencana. BPBD Kota Pontianak terus berusaha menjalin kerjasama terutama dengan damkar-damkar swasta, TNI/Polri dan forum-forum masyarakat guna menguatkan kapasitas Kota Pontianak dalam menghadapi bencana yang diakibatkan oleh perubahan iklim yang kerap kali terjadi di sekitar wilayah Kota Pontianak terutama KARHUTLA dan Puting beliung.

 

(BPBD Kota Pontianak – Vony)